Rabu, 27 Oktober 2010

PEMUDA BERSUMPAH

28 Oktober 2010
-Hari Sumpah Pemuda-

Tepatnya delapan puluh dua tahun yang lalu, bangsa ini diikat dan disatukan oleh kekutan sumpah para pemuda pemudi bangsa. Delapan puluh dua tahun lalu, kondisi tentu jauh berbeda dengan masa ini. Semua masih ada dalam keterbatasan tak sebebas sekarang. Muhammad Yamin pun melukiskan tintanya dan menghadiahkan ikrar ini bagi bangsa dan negara tercinta. Dipenuhi dengan guratan perjuangan, garis-garis ketegangan masa pemerintahan dan pemberontakan masih terjadi.

Kini, semua kondisi berangsur berubah. Kita tidak lagi dihadapkan pada peperangan fisik yang menuntut darah dan nyawa. Hampir tak ada lagi senjata-senjata yang diacungkan ke angkasa atau letupan-letupan meriam dan bom pertanda keberingasan. Semua telah dilalui dan dikemas dengan apik di dalam balutan jiwa para kesatria yang gugur di medan perjuangan. Adakah kita melihat semua itu sebagai pengabdian dan pengorbanan?

Delapan puluh dua tahun wahai para pemuda pemudi, dan ini bukan waktu yang sekejap! Bangkitlah kita seharusnya sejak dulu, benahilah negeri kita dari sektoor yang paling dekat di hadapanmu! Jangan menunggu dan hanya terdiam karena walaupun dalam keterbatasan yang kita miliki, yakinlah kita masih berguna! Yakinlah, para pejuang tak gugur untuk sia-sia! Tunjukkan!!

Senin, 18 Oktober 2010

kapasitas ini adakah bagianku?

Dear humanitarian,

Ditujukan kepada seluruh manusia di muka bumi, semoga Tuhan beserta dalam tiap hembusan nafasmu. Aku tengah berpikir saat ini, atau menelaah sejauh mana kewajiban menuntut tanggungjawab. sebesar apa keinginan untuk segera meluruskan hal-hal yang tidak sepatutnya terjadi.

Saat ini, aku merenungi angka-angka yang mengaliri relung nadiku, membanjiri inci dari tubuhku. Angka ini mengingatkanku pada sebuah memoar kecil yang berarti besar pada awal hidup dan perjalanan baruku.

Aku telah mengerahkan seluruh kemampuan, kesabaran dan keinginanku untuk mempertahankan meski ku tau klimaks itu akan segera menyapa. Ini kuyakini adalah sebuah siklus yang sangat cepat berputar dan bahkan dalam ritme yang tiada terkendali.

Fokus! Kata ini yang selalu ingatkan ku ketika lengah dan sikap pesimis menyapaku. Fokus, jadikan ini sebagai inti pergerakanku.

Aku sampai pada titik ini, di mana ku berada di antara lapisan langit selanjutnya, ketika ku menengadah, ternyata masih ada lapisan lainnya. Kapasitasku terbentur hanya karena persoalan birokrasi yang tak menentu dan pertimbangan nominal yang mengerucut ke arah disfungsi otoritas.

Aku, kami dan bahkan kita tangah berjuang! Adakah pejuang terbatas pada birokrasi massal yang tak bisa dipertanggungjawabkan arahannya? Kapasitasku bukan lagi pada lapisan langit ini, semuanya menjadi tanggungjawabnya. Semoga ada suatu pemikiran yang mampu mencerahkan bagi para pejuang!

Selasa, 05 Oktober 2010

TOBA, aku bertambah tua denganmu

Sore, tanggal 1 Oktober 2010 benar-benar tak terbesit satu tempat pun untuk mengisi waktu liburan di minggu ini, setelah akhirnya berbincang dengan Reza (rekan kerjaku) dan ditawari untuk ikut ke acara ospek anak kampusnya (masih aja zaman ya ospek) langsung saja ku iyakan. Parapat tujuannya, awalnya aku mengira tempat ini hanya dekat dengan Danau Toba yang tersohor itu bahkan tak mengira jika lokasinya benar-benar di atas danau.
Tak banyak waktu untuk bersiap, dengan membawa perlengkapan sewajarnya untuk berlibur, kami berangkat selepas waktu maghrib. Motor keluaran Jepang milik Reza pun jadi pilihan kami untuk sarana transportasinya. sepanjang jalan, aku sibuk menikmati beberapa kota yang dilalui: mulai dari Medan-Deli Serdang-Lubuk Pakam-Tebing Tinggi-Siantar-Parapat. Pemandangan layaknya daerah persinggahan dan pedesaan menghiasi, kecuali sepanjang daerah Tebing Tinggi-Siantar, aku begitu tercengang melewati perkebunan sawit yang sangat luas dan serasa tak berujung, dilengkapi dengan lampu seadanya kami melaju di jalanan malam itu. Saat yang sama masih cukup damai hati ini karena dunia kita masih ada orang yang peka dan berbaik hati, sebuah mobil yang berhasil kami salip memberi penyinaran tambahan, ku palingkan muka dengan jempol mengacung sebagai tanda terimakasih.
Akhirnya, kami terbebas dari kebun sawit tetapi perjalanan masih tetap menantang. Hamparan hutan akasia kali ini menyapa kami. Udara mulai dingin dan mencekam, jalurnya pun berkelak kelok, walau begitu ternyata Reza masih sempat tertidur sambil nyetir, panik lah untuk sesaat. Lubang di jalanan yang membangunkannya, ku rasa. Tak lama, aku melihat pantulan lampu kota di sebelah kananku, air pikirku. Ternyata itu adalah hamparan Danau Toba yang tersohor itu, dan wow,,luas sekali! Bahkan menurutku ini adalah lautan yang kekurangan garam dalam pembentukannya (kalau saja ada alasan itu,,hehe). Aku tak sabar bagaimana melihatnya saat matahari muncul nanti.
Tangal 2 Oktober 2010, kami sampai di villa sekitar pukul 01:00WIB dini hari, kami kira kami cukup letih dan waktunya untuk beristirahat, ternyata ospek tengah dimulai, entah untuk berapa lama tapi kuputuskan untuk beristirahat. Pagi membangunkan ku cukup cepat, aku hanya tertidur 4 jam. Kegiatan hari ini cukup dengan mengamati aktivitas sekeliling, karena hujan yang mengguyur di pagi hari. Sorenya kuputuskan untuk berjalan-jalan ke pasar Cendrawasih untuk sekedar jajan mie ayam bakso dan menghangatkan tubuh. malam ini aku tertidur cukup cepat jam22:00 WIB. Sebelumnya kami telah menyusun agenda untuk esok hari, menikmati daerah ini.
Hari ini aku terbangun dan usia ku berkurang, 3 Oktober 2010 aku berulangtahun ke 23. Puji syukur ku panjatkan, karena aku masih diberi kesempatan untuk berguna. Banyak pesan dan telfon yang masuk dari keluargaku, teman dan sahabat yang mengasihi do'a-do'a pun senantiasa mengiringi. Bahagianya aku ketika semua berdo'a untukku. ;) Jam 10:00WIB rencananya kami berangkat, tapi yah mundur sejam. Biarlah yang penting semua terlaksana dengan baik. Samosir menanti kami. Kapal feri digunakan untuk menyebrang dari Ajibata-Tomok dengan biaya Rp. 4.000,- saja dengan jarak tempuh 45 menit. Seharusnya kami bisa naik dari Wisata Bahari (kalau naik kapal penumpang dengan tarif Rp. 15.000,- PP kita bisa melewati Batu Gantung terlebih dahulu, tapi kami salah turun awalnya. Ya, untuk referensi saja).
Tomok, begitu menginjakkan kaki ternyata tempat ini pusatnya oleh-oleh. Pantas saja di Medan hampir tidak ada toko cinderamata, ternyata diborong semua ke sini, pikirku lucu. Langsung saja kami mempercepat pilihan dan langsung saja eksekusi barang apa yang akan dibawa pulang, walaupun memang tak ada niat untuk belanja apapun di sana.
Seusai belanja, kami (aku, Reza, ori, Afni, temennya, alumni2 yg lain) naik ke kapal untuk berlayar pulang ke Parapat. Ombak pun menghantam cukup tinggi 80-100cm, kapal kami sempat oleng ke kanan, dan sensasi itu benar-benar luar biasa dan membuatku semakin yakin bahwa ini lautan (tetep aja ngeyel). akhirnya kami selamat berkat lindungan Tuhan, mendarat di Parapat.
Liburan kali ini sangat berkesan, melewati usia ku di kota yang berbeda setiap tahunnya membuat aku semakin tua di penjuru Indonesia. Entah bagaimana dan di mana akan kulewati usiaku berikutnya, yang jelas aku nikmati anugerah ini dengan selalu menciptakan anugerah bagi lainnya (terinspirasi oleh pengemudi mobil yang berbaik hati menyinari jalan kami malam itu)