Kamis, 29 September 2011

tawa tak berarti penuh bahagia

Tepat di Hari Jumat ini, aku rindu rasanya ingin tertawa lepas, tanpa beban dan pemikiran yang mengganggu. Mungkin hal ini juga yang mengubah akau drastis dan teramat sangat untuk menjadi pribadi yang agak kaku dan monoton. Kehidupan sosialku cukup lama kuabaikan, seperti tak mendapat ketenangan dalam jiwa, rasa ini mengusikku sangat dalam.
Rindu aku hanya untuk sekedar menghirup udara bebas dan angin yang semilir berhembusan, dengan dibuai perasaan yang sangat damai. Aku hanya ingin tertawa selepasnya dan benar-benar dengan rasa bahagia, mohon bantu aku wujudkannya.

Kolase Kurawa Tobat


Bercerita tentang tokoh pewayangan yang akhirnya tobat karena menemukan gadis lugu, baik hati dan anggun tak terbantahkan, hehehe...


-the best for the best-
Pratanda N Respati & Dwi Widyanti Octavia

sudut pandanganmu yang pertama


Kota kecil itu, yang menjadi ibukota Jawa Tengah mampu melambungkan segala kekagumanku kepadamu. Dibalut kaos hitam itu dengan penuturan penuh makna masih terekam jelas bagaimana peserta pelatihan saat itu menaruh simpati yang sama pada ucapanmu. Diamku bukan tak memperhatikanmu saat itu, tetapi aku lebih memilih untuk meresapinya dalam setiap hitungan detik waktuku.
Sesekali kau membidikkan pandangan kepadaku, hanya dalam senyum ku mampu membalasnya penuh arti. Ditemani kawan akrabmu si mungil D70 dan akhirnya kau jeli mencari-cari sudut yang kau anggap akan indah dalam pandanganmu. Nuansa hitam putih dalam sederhana, membalut semua suka cita yang kurasakan.



-Saat itu, sudut pandanganmu yang pertama dan sangat indah gubahannya sebagai wujud yang kita namakan, cinta-

matahari

Nampaknya siang ini untuk keluar di jam-jam jayanya matahari di Jogja jelas bukanlah menjadi keputusan terbaik yang pernah kulakukan. Jam 14:00 WIB yang kukira matahari sudah menggelincir ke peraduannya ternyata sedang bersemangatnya seperti aku yang menjalani hari ini. Terlalu semangat bahkan! Jadilah, dua jam di luar menumbuhkan imajinasiku tentang berendam di kolam air dingin yang menyejukkan disertai semilir hawa dingin bersuhu 20 derajat Celcius. Tersadar, baru jam 16:00 WIB dan masih ada satu jam sebelum waktunya pulang kerja.
:'(

Rabu, 28 September 2011

#dimulai di Maret 2011

Agustus 2011,

Terpaut tiga bulan sejak terakhir kali aku menuliskan sesuatu tentangmu, tentang kita. Aku masih ingat betul bagaimana keberangkatanku ke Batam menyepikan perhitungan mundurku untuk menujumu. Terdampar di stasiun Senen sambil menikmati hot chocolate dan berbatang-batang rokok membuatku seakan pelanggan paling setia seantero stasiun. Bagaimana tidak, hanya ku yang bertahan disana selama berjam-jam lamanya.

Belum cukup di situ, masih ada delapan jam menungguku untuk mampu memeluk sosok yang kurindukan selama ini, Pratandaku. Terombang ambing di kereta tak membuatku lantas jengah, walaupun ada pasti rasa yang tak kutau mengapa ini mungkin terjadi. Bahkan tak teragendakan bagiku untuk bersandar di Semarang, kota yang sama sekali belum pernah kujejak sebelumnya, tak ada satupun memori hadir di sana, tetapi kini aku bermil-mil jauhnya hanya untuk menujumu.

Jaket putih, kaos abu-abu dan celana jins itu mengingatkanku pada sosok pertama yang berhasil kukenali di sana, pelukan hangat dan kecupan di kening seakan menjadi sinyal kuat rasa antara kita. Nyaman, dan bahkan teramat nyaman rasanya, tak ingin cepat melepaskan pelukan itu.

Malam ini, terpanggil lagi memoriku tentang lima bulan yang lalu, saat kita memutuskan untuk sama-sama saling menuju ke dalam hati yang sepertinya telah lama kita ketahui sebelumnya, aku merasa pulang ke dalam hatimu, bagai menemukan kembali rumahku yang jauh hilang. Kini, tak perlu pesawat membawaku ke hadapmu, tak perlu kereta yang mebuatku terjaga dan menunggu menyaksikan bentangan pantai utara Pulau Jawa, cukup mobil travel yang siap mengahntarkanku ke kotamu, atau dengan sigapmu menuju ke kota ini, Jogja.

Tak ada kata lain selain syukuruku untuk ada menemanimu saat ini, tak ada kesempatan lain yang kuingin selain untuk bersamamu, menua bersama, membesarkan anak-anak kita dengan penuh kasih, cinta dan wawasan, menyaksikan mereka menjalni hidupnya dengan baik dalam kebenaran, hingga menghembuskan nafas terakhirku denganmu. Sederhana saja apa yang menjadi keinginanku bersamamu. Membangun kehidupan baruku, kehidupan baru kita berdua.

Aku tak melulu percaya nasib baik atau peruntungan, karena yang kutau kemauan dan cinta yang membuat kita masih bertahan sampai saat ini, kita telah dan tengah memperjuangkan seluruh waktu kita bersama, berdiri di atas kokohnya penderitaan yang pernah dan akan menyapa, dengan angkuh dan pasti kita katakan bahwa bersama tak ada hal yang tak mungkin, selama kita masih ada satu, cinta.

-saat menunggumu yang sudah kena penalty karena telat dari jam 10 malam-