Rabu, 28 September 2011

#dimulai di Maret 2011

Agustus 2011,

Terpaut tiga bulan sejak terakhir kali aku menuliskan sesuatu tentangmu, tentang kita. Aku masih ingat betul bagaimana keberangkatanku ke Batam menyepikan perhitungan mundurku untuk menujumu. Terdampar di stasiun Senen sambil menikmati hot chocolate dan berbatang-batang rokok membuatku seakan pelanggan paling setia seantero stasiun. Bagaimana tidak, hanya ku yang bertahan disana selama berjam-jam lamanya.

Belum cukup di situ, masih ada delapan jam menungguku untuk mampu memeluk sosok yang kurindukan selama ini, Pratandaku. Terombang ambing di kereta tak membuatku lantas jengah, walaupun ada pasti rasa yang tak kutau mengapa ini mungkin terjadi. Bahkan tak teragendakan bagiku untuk bersandar di Semarang, kota yang sama sekali belum pernah kujejak sebelumnya, tak ada satupun memori hadir di sana, tetapi kini aku bermil-mil jauhnya hanya untuk menujumu.

Jaket putih, kaos abu-abu dan celana jins itu mengingatkanku pada sosok pertama yang berhasil kukenali di sana, pelukan hangat dan kecupan di kening seakan menjadi sinyal kuat rasa antara kita. Nyaman, dan bahkan teramat nyaman rasanya, tak ingin cepat melepaskan pelukan itu.

Malam ini, terpanggil lagi memoriku tentang lima bulan yang lalu, saat kita memutuskan untuk sama-sama saling menuju ke dalam hati yang sepertinya telah lama kita ketahui sebelumnya, aku merasa pulang ke dalam hatimu, bagai menemukan kembali rumahku yang jauh hilang. Kini, tak perlu pesawat membawaku ke hadapmu, tak perlu kereta yang mebuatku terjaga dan menunggu menyaksikan bentangan pantai utara Pulau Jawa, cukup mobil travel yang siap mengahntarkanku ke kotamu, atau dengan sigapmu menuju ke kota ini, Jogja.

Tak ada kata lain selain syukuruku untuk ada menemanimu saat ini, tak ada kesempatan lain yang kuingin selain untuk bersamamu, menua bersama, membesarkan anak-anak kita dengan penuh kasih, cinta dan wawasan, menyaksikan mereka menjalni hidupnya dengan baik dalam kebenaran, hingga menghembuskan nafas terakhirku denganmu. Sederhana saja apa yang menjadi keinginanku bersamamu. Membangun kehidupan baruku, kehidupan baru kita berdua.

Aku tak melulu percaya nasib baik atau peruntungan, karena yang kutau kemauan dan cinta yang membuat kita masih bertahan sampai saat ini, kita telah dan tengah memperjuangkan seluruh waktu kita bersama, berdiri di atas kokohnya penderitaan yang pernah dan akan menyapa, dengan angkuh dan pasti kita katakan bahwa bersama tak ada hal yang tak mungkin, selama kita masih ada satu, cinta.

-saat menunggumu yang sudah kena penalty karena telat dari jam 10 malam-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar